Conscious.

Kita semua penakut, kita semua takut berkonflik.
Kita semua penakut, kita semua tidak punya nyali di konfrontir untuk membawa tubuh dan muka.
Kita semua penakut, saya dan kamu.


Saya penakut, saya takut saya masih harus bekerja di waktu usia saya 50 tahun. Tidak punya waktu luang untuk duduk-duduk santai di sofa empuk yang saya beli sendiri sambil membaca banyak sekali buku atau menonton puluhan film yang saya ingin lihat, yang saya putar entah dari dvd player atau laptop. Lalu bermain dengan cucu-cucu saya dan mengajarkan mereka caranya mencintai Ayah-Ibu nya.

Saya penakut, saya takut bertanggung jawab ketika tangan saya berdarah oleh darah orang lain. Saya pernah membenturkan kepala seorang teman waktu kelas 5 Sd hingga kepalanya mengeluarkan darah segar yang mengalir ke lehernya dan mengotori baju seragamnya. Saya gemetaran karna takut ibu saya tau ulah anaknya, saya gemetaran karna dipandangi oleh puluhan guru diruangan mereka. saya gemetaran dinilai seperti berandalan dengan nilai pelajaran yang bagus. saya gemetaran, karna saya mempertanggungjawabkan kesalahan saya hanya dengan diam saja. Saya tidak ingin dimaklumi walaupun saat itu saya hanya anak berusia 11 tahun.
Dan hari itu selesai, sekolah tidak memberitahu ibu saya tentang kecelakaan tersebut dan teman saya diantar kerumah sakit untuk dijahit luka kepalanya. Sekolah memakluminya sebagai sebuah kecelakaan yang tidak disengaja dan kenalakan anak-anak seusianya karna tidak ada perkelahian, dan memaklumi pelakunya karna nilainya lumayan.
Setelah hari itu, saya takut. saya takut tidak bisa bertanggung jawab atas perbuatan saya.*


Saya penakut, saya takut jatuh cinta lagi. Pada wanita yang salah memilih hatinya, atau belum berpindah hatinya dan yang paling menakutkan; Wanita yang tidak mandiri.
Saya pernah membaca sebuah kutipan; "Hanya perempuan gila yang menginginkan Pria yang kaya raya. Bagi perempuan yang Bekerja Keras, laki-laki kaya raya hanya bonus bagi Mereka"
Saya ingin jadi bonus bagi salah satu perempuan itu.


Tapi, saya tidak takut bicara benar. Saya tidak akan bergerak se inci pun selepas saya menyampaikan kalimat dari lisan saya. Dan oleh sebab itu saya menyenangi mendengar pekikan nada yang diucapkan dengan terbata-bata, atau diakhiri dengan suara nafas yang berat.
Tapi, karna saya membiasakan diri saya. Saya terbiasa mengucap hal yang tidak bisa diterima telinga manusia lainnya, Kalau kamu ingin benci, Benci saja.
Saya masih Jaya, dan besok juga Jaya.
Saya tidak akan bergerak se inci pun walau kamu ingin menodong pisau dan menusuknya, karna saya akan tetap hidup. Saya akan tetap berjalan dengan dada yang ditancap pisau, atau kaki yang berlubang karna peluru, atau sayatan ditangan karna pecahan gelas. Saya tidak akan beranjak se inci pun. Kalau kamu ingin benci, Benci saja.
Saya masih Jaya, dan besok juga Jaya.



Photo by: Sofyan Efendi, Gunung Sangeang Api, Nusa Tenggara Barat.

Related Articles

0 komentar:

Posting Komentar