Pass-word.

Kamu tidak akan tau sekeras apa saya memaki takdir. Menyangkal, meminta bahwa kemarin adalah cuma mimpi. Ketika bangun saya berusaha membangunkan diri saya dan berteriak hanya mimpi. Tapi bukan ya? Itu bukan mimpi. Menunduk sesenggukan karna marah pada diri saya sendiri, sesaat saya marah pada mata saya, pada prinsip saya, pada harga diri darah saya. Kembali dengan sesenggukan.... Kamu tidak akan tau sekeras apa saya memaki takdir.

Beruntung sekali ditemani teman-teman yang tidak pergi waktu kepala tidak bisa jernih. Dan sekarang, saya berfikir mungkin ada banyak hal positif dari sebuah kehilangan. Saya mencintai kamu, sangat. Tidak dengan alasan, dan tidak dengan analogi indah macam pujangga. Saya mencintai kamu, sungguh, sangat. Tapi saya sudah ditarik ke dunia nyata... 

Dan, sudah, sudah jera. Saya lebih daripada banyak tentang kecewa, sampai teramat besar hingga tidak perlu diungkapkan. Hingga teramat besarnya sampai tidak ingin dijabarkan.
Saya bukan lagi menghindar, yang bila dulu masih sangat jatuh cinta sekali soal kamu, dan akan selalu menghindar agar tidak jatuh cinta lagi. Kali ini tidak, saya sudah menerima bahkan saya tidak pernah ada disana. Saya cuma laki-laki yang selalu membantu merawat sayap kamu. Saya sudah sadar, dan menghapus semua soal kamu dengan sadar pula. Sudah ya.. Kali ini saya tidak akan mendoakan apa-apa, melangkahlah sendiri.


Saya menulis ini ditemani lagu-lagu Frank Sinatra, menarik raga dari kuyup rawa yang menenggelamkan seisi pilu, porak poranda, dengan dengungan biola dan suara khas Sinatra.

Kamu? Pergilah, yang jauh. Kalau bisa jangan membaca ini, juga.

Yes, it was my Way.





Related Articles

0 komentar:

Posting Komentar