Hitam



Day 5
Si putih perlahan kelopaknya melepaskan diri dari bunga-nya.
Mahkota-nya luluh lantak perlahan memisahkan diri menjadi daun-daun putih yang rapuh dilindungi secarik plastic tembus pandang.

Day 9
Buatku, Mawar ini tak pernah sia-sia, setidaknya ia masih bisa menenangkan hati ini.
Walaupun terpaksa ku biarkan ia mati, layu tak semerbak lagi.
Sungguh jahanam perlakuan ku ini.
maaf wahai engkau, bunga layu legam hitam tak bersua.

Day 12
Terimakasih untuk jadi obat penenang ku sementara.
Seharusnya kau tak dihadapanku.
Seharusnya kau ada dirumah lain yang tersenyum kala melihatmu.
Wahai bunga, maaf. Semua yang barusan saja terucap adalah angan.
Aku hanya menghibur diri yang tak karuan.

Day 13
Dasar pendusta kenyataan, pembunuh bunga tak berperasaan, pengecut nyali yang lebih rendah daripada kerikil kotor ditanah itu, teriak ku memaki pada diri-ku diseberang cermin.
Ah! Terucap dari lisan ku kala bayangmu menyerang, menerang tiba-tiba kala aku lemah tak berperisai dalam rapal doa.
Ku pukul sendiri kepala-ku, terulang kembali kata ‘Ah!’ dari lisan ini.
Bukan, aku tak mengeluh karna sakit dikepala, ini bahkan lebih sakit daripada dipukul oleh ribuan tentara tak berperasaan sekalipun.

Day 15
Bunga ini benar-benar sudah mati. Kan kubakar ia sore ini dalam saksi senja yang diam.
Biar senja tau, dan tak kan berbicara pada bulan, karna senja tak pernah bertemu dengan bulan.
Ku serahkan semua rahasia ini pada senja jingga yang diam.
Wahai senja, ini janij yang diberikan bintang pada bulan yan diam.
Wahai senja, ini bunga mati yang dia siapkan untuk bulan yang diam.
Wahai senja, ini bunga yang terbakar dilalap ganas oleh api yang menjilat-jilati semua tangkai hingga kelopaknya.
Tolong lihat saja, dan jangan bersua wahai engkau senja jingga.

Terimakasih bunga hitam.

                                           Sfx: Maliq n d’Essential - Untitled

Related Articles

0 komentar:

Posting Komentar